Featured

not fond

Sabtu, 07 Maret 2009

Gaya cepat Inggris

Menonton pertandingan perebutan Piala FA di sepakbola Inggris selalu menarik. Menarik bagaimana sebuah tim dari divisi 2 mampu menjungkalkan tim liga premier, liga tertinggi di Inggris. Dan sebuah tim gurem mampu mengalahkan tim elit hanya jamak ditemui di ajang pertandingan sepakbola Inggris.

Secara umum tontonan Liga Inggris memang menarik, permainan cepat, tendangan keras, permain berlari seperti angin kemudian menendang keras membuat gol maka gemuruh stadion membahana. Enak ditonton, tapi tidak enak bagi prestasi Liga Inggris.

Ya, cara bermain sepakbola pemain-pemain Britania Raya yang terlalu bersemangat serta terlalu 'gentle' di lapangan membuat prestasi mereka mandeg, kalau tidak boleh dibilang menurun.

Sebagai ilustrasi ketika Liverpool bertanding melawan Porstmouth, Liverpool membuat gol terlebih dahulu namun kemudian disamakan oleh The Pompey (julukan Porstmouth) di babak ke dua. Bahkan kemudian The Pompey menambah gol lagi sehingga Liverpool tertinggal 1-2. Pada kondisi ini pelatih Liverpool Rafael Benitez melakukan pergantian pemain kontroversial, dengan menggantikan Steven Gerard yang adalah kapten tim, 'roh' Liverpool sekaligus pencetak gol di babak pertama tadi. Tentu saja penonton dan komentator terkejut, bagaimana mungkin pelatih malah mengeluarkan pemain yang paling penting di tim saat skor, sebuah perjudian di saat tim justru sedang tertinggal.

Kenapa ?

Steven Gerrard bermain begitu semangat dan hidup, sebagai gelandang menyerang dia sangat dominan dalam tim dan menjelajah ke kanan, kiri dan juga tengah. Pokoknya hidup sekali dan indah melihat cara dia bermain, napasnya seakan tidak pernah habis. Justru kondisi ini yang membuat pelatih makin khawatir. Pelatih pun melihat justru faktor Gerard lah kenapa Liverpool untuk sementara kalah. Gerard memang bertempur dengan sepenuh hati, semangat menguasai lapangan. Tapi di mata pelatih, justru Gerrard membuat taktik dan strateginya kacau bali dengan dominasinya. Dia bermain dengan semangat dan hati, tapi dia tidak bermain dengan akal dan kecerdikannya. Dalam sepakbola (dan juga dalam hidup) kita terkadang perlu mundur untuk ancang-ancang maju, melambat untuk melompat atau bahkan licik untuk mengelabui lawan.

Setidaknya keputusan pelatih tepat ketika di akhir pertandingan, Liverpool bisa menyamakan skor.

Di atas adalah ilustrasi bagaimana sebagian besar pemain Inggris. Penuh semangat, mengejar ke mana bola bergulir, menendang keras, cepat, berlari. Pendeknya power and speed adalah andalan. Ini sedikit banyak menjelaskan beberapa hal :

Pertama, prestasi tim nasional Inggris di kancah persepakbolaan dunia mandeg, kalau tidak bisa dibilang menurun. Prestasi prestisius terakhir yang dicapai timnas Inggris adalah di tahun 1966 ketika menjadi tuan rumah Piala Dunia FIFA dan sekaligus menjadi juara. Setelah itu tidak ada prestasi lagi.

Kedua, predikat pemain terbaik dunia tidak pernah datang dari ajang Liga Inggris. Langganan predikat ini justru mayoritas datang dari Liga Italia dan Spanyol. Liga yang di cap orang Inggris sebagai liga yang membosankan dan banyak 'intrik'.

Ketiga, tim-tim dari divisi bawah mampu mengalahkan tim-tim divisi premier. Sangat mungkin di mana power and speed adalah hal utama. Tim-tim gurem tentunya akan tampil kesetanan untuk selama mungkin memainkan bola dan membuat gol. Kuncinya kick and rush, kemana bola bergulir, kejar dan tendang, kejar dan tendang, dan seterusnya hingga gol tercipta.

Mungkin benar kata bintang Italia Gianluca Vialli ketika menjadi pelatih Chelsea, pemain Inggris bermain dengan hatinya, tapi otaknya ditinggal di pinggir lapangan.....


0 komentar:

Posting Komentar

 

info menarik sepak bola Design by Insight © 2009